Sabtu, 25 Juli 2015

ADMINISTRASI PERPAJAKAN



ADMINISTRASI PERPAJAKAN
Pajak adalah  iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang  (sehingga dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.
Jadi, Pajak merupakan hak prerogatif pemerintah, iuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (wajib pajak) untuk menutupi  pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung berdasarkan undang-undang.
Ada bermacam-macam batasan atau definisi tentang pajak menurut para ahli diantaranya adalah :
1.      Prof. Dr. P. J. A. Adriani
Pajak adalah iuran masrayakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayararnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai  pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas-tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
2.      Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH.
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan  undang-undang  (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
  3.      Sommerfeld Ray M. Anderson Herschel M. & Brock Horace R.
Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang sudah ditentukan dan tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.
4.      Smeets
Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terhutang melalui norma-norma umum dan dapat dipaksakan tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukan dalam hak individual untuk membiayai pengeluaran pemerintah
5.      Suparman Sumawidjaya
Pajak adalah iuran wajib berupa barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma hukum, guna menutup biaya produksi barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.
Lima unsur pokok dalam definisi pajak pajak adalah :
1. Iuran/pungutan dari rakyat kepada Negara
2. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang
3. Pajak dapat dipaksakan
4. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi
5. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara (pengeluaran umum pemerintah)
Ciri-ciri Pajak yang terdapat dalam pengertian pajak antara lain sebagai berikut :
1. Pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah berdasarkan atas undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
2. Pemungutan pajak mengisyaratkan adanya alih dana (sumber daya) dari sektor swasta (wajib pajak membayar pajak) ke sektor negara (pemungut pajak/administrator pajak).
3. Pemungutan pajak diperuntukan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.
4. Tidak dapat ditunjukan adanya imbalan (kontraprestasi) individual oleh pemerintah terhadap pembayaran pajak yang dilakukan oleh para wajib pajak.
5. Berfungsi sebagai budgeter atau mengisi kas negara/anggaran negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial  (fungsi mengatur / regulatif)

HUKUM PAJAK
Hukum Pajak adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemrintah untuk mengambil kekayaan seseorang/masyarakat dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat melalui kas negara.
Yang diatur dalam hukum pajak diantaranya :
- subyek pajak : masyarakat
- obyek pajak : apa yang harus dipajaki
- tarif pajak : sebanyak/sebesar apa harus dibayar
- kewajiban masyarakat : kenapa ada kewajiban karena ada hak
- cara pengenaan pajak : langsung/tidak langsung
- cara penagihan pajak : berdasarkan UU penagihan pajak
Hukum pajak menyangkut 2 pihak :
1) Pemerintah
2) Masyarakat

Tugas Hukum Pajak
Menelah keadaan-keadaan dalam masyarakat yang dapat dihubungkan dengan pengenaan pajak, merumuskannya dalam peraturan-peraturan hukum dan menafsirkan peraturan-peraturan tersebut.
Kedudukan Hukum Pajak Dalam Tata Hukum
• Hukum Publik disebut juga sebagai Hukum Negara
• Hukum Pajak disebut juga sebagai Hukum Fiskal
Hubungan Antara Hukum Pajak Dengan :
1. Hukum Perdata
2. Hukum Pidana
Berlaku : “Lex Specialis deroget Lex generalis”.

Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum Pidana
Pembagian Hukum Pajak. Hukum Pajak terdiri atas 2 bagian :
1. Hukum Pajak Formal : norma-norma yang menerangkan keadaan, perbuatan dan peristiwa yang harus dikenakan pajak (mendukung) pelaksanaan hukum pajak material).
2. Hukum 2. Hukum Pajak Material : hukum pajak yang memuat subjek pajak, objek pajak, tarif pajak.

SYARAT PEMUNGUTAN PAJAK
Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1.      Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)
Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedang adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.
2.      Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis)

Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini membeirkan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya.
3.      Tidak menganggu perekonomian (Syarat Ekonomis)
Pemungutan tidak boleh menganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.
4.      Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansial)
Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.
5.      Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru.

Contoh :
* Bea Meterai disederhanakan dari 167 macam tariff menjadi 2 macam tarif.
* Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 10%.
* Pajak perseroan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan maupun perseorangan (orang pribadi).

TEORI-TEORI YANG MENDUKUNG PEMUNGUTAN PAJAK
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi pemberian hak kepada negara untuk memungut pajak. Teori-teori tersebut antara lain adalah :
1.      Teori Asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.
2. Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnya perlindungan) masing-masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar.
3.      Teori Daya Pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan 2 pendekatan yaitu :
* Unsur objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.
* Unsur subjektif, dengan memperlihatkan besarnya kebutuhan materiil yang harus dipenuhi.
4. Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban.
6.      Teori Asas Daya Beli
Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara akan menyalurkannya kembali kemasyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan.

PENGELOMPOKAN PAJAK
1. Menurut golongannya
a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : Pajak Penghasilan
b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai
2. Menurut sifatnya
a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh : Pajak Penghasilan.
b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
3. Menurut lembaga pemungutnya
a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai.
b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

Pajak Daerah terdiri atas :
a. Pajak Daerah Tingkat I (Propinsi), contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.
b. Pajak Daerah Tingkat II (Kabupaten/Kota), contoh: Pajak Hotel dan Restoran (pengganti Pajak Pembangunan I), Pajak Hiburan, Pajak Reklame, dan Pajak Penerangan Jalan.

TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK
1.      Stelsel Pajak
Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel :
a.       Stelsel nyata (riel stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata mempunyai kelebihan atau kebaikan dan kekurangan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui).
b.      Stelsel anggapan (fictieve stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.
c.       Stelsel campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan, maka Wajib Pajak harus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali.

2. Asas Pemungutan Pajak
a. Asas domisili (asas tempat tinggal)
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri.
b. Asas sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.

c. Asas kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Misalnya pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan pada setiap orang yang bukan berkebangsaan Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak luar negeri.
3. Sistem Pemungutan Pajak
a. Official Assesment System
Adalah suatu system pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
Ciri-cirinya :
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.
2) Wajib Pajak Bersifat pasif.
3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
b. Self Assesment System
Adalah suatu system pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
Ciri-cirinya :
1) wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri,
2) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang,
3) fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
c. With Holding System
Adalah suatu system pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
Ciri-cirinya: wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.

TIMBUL DAN HAPUSNYA UTANG PAJAK
Ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak :
1.      Ajaran Formil
Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus. Ajaran ini diterapkan pada official assessment system.
2.      Ajaran Materiil
Utang pajak timbul karena berlakunya undang-undang. Seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan dan perbuatan. Ajaran ini diterapkan pada self assessment system.
Hapusnya utang pajak dapat disebabkan beberapa hal :
1. Pembayaran,
2. Kompensasi,
3. Daluwarsa,
4. Pembebasan dan penghapusan.
 
HAMBATAN PEMUNGUTAN PAJAK
Hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi :
1.      Perlawanan pasif
Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain :
a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.
b. Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat.
c. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.
2. Perlawanan aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak.
Besarnya antara lain :
a. Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang.
b. Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang (menggelapkan pajak).

 PERANAN DAN FUNGSI PAJAK SEBAGAI SALAH SATU PENERIMAAN NEGARA
PERANAN PAJAK SEBAGAI SALAH SATU PENERIMAAN NEGARA
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan(cth : pembayaran pajak reklame, pajak banner, pajak billboard dll) karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
* Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pahak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.
* Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
* Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efesien.
* Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

FUNGSI PAJAK SEBAGAI SALAH SATU PENERIMAAN NEGARA
1. Sebagai sumber keuangan Negara
Pemerintah memungut pajak terutama atau semata-mata untuk memperoleh uang sebanyak-banyaknya untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya baik bersifat rutin maupun untuk pembangunan. Fungsi sumber keuangan Negara fungsi pajak untuk memasukkan uang ke kas Negara atau dengan kata lain fungsi pajak sebagai sumber penerimaan Negara dan digunakan untuk pengeluaran Negara baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan.negara seperti halnya rumah tangga memerlukan sumber-sumber keuangan untuk membiayai kelanjutan hidupnya. Dalam keluarga sumber keuangan dapat berupa gaji atau upah atau laba dari usahanya. Sedangkan bagi suatu Negara, sumber keuangan yang utama adalah berasal dari pajak dan retribusi. Disamping itu, Negara juga mempunyai sumber penerimaan yang lain antara lain sebagai berikut :
a. Hasil pengolahan bumi, air dan kekayaan alam. Seperti yang tercantum dalam pasal 33 UUD 1945.
b. Keuntungan dari perusahaan Negara baik persero, PERUM maupun Perjan.
c. Denda-denda dan penyitaan barang yang dilakukan oleh pemerintah karena suatu pelanggaran hokum atau sebab-sebab lain.
d. Pinjaman-pinjaman atau bantuan-bantuan dari luar negeri maupun dari dalam negeri
e. Percetakan uang, hibah ataupun hasil pengelolaan kekaayaan Negara lainnya.
2. Fungsi mengatur
Disamping usaha untuk memasukkan uang sebanyak mungkin untuk keggunaan kas Negara, pajak harus dimaksudkan oleh pemerintah sebagai suatu usaha atau upaya untuk turut campur tangan dalam hal mengatur dan bilamana perlu mengubah susunan pendapatan dan kekayaan dalam sector swasta.
Pada fungsi mengatur, pemungutan pajak digunakan untuk :
a. Sebagai alat untuk melaksanakan kebijakan Negara dalam bidang ekonomi dan social.
b. Sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang keuangan.
3. Fungsi menentukan politik ekonomi suatu bangsa
Selain sebagai fungsi mengatur, pajak juga dipergunakan sebagai alat untuk menentukan politik ekonomi. Tidak ada satupun Negara di dunia ini yang menghendaki kehidupan masyarakatnya merosot. Oleh sebab itu, politik pembangunan pajak menurut R.Santoso Brotodiharjo(1993) seharusnya :
a. Jangan sampai menghambat lancarnya produksi dan pembangunan.
b. Jangan menghalang-halangi rakyat dalam usahanya menuju kebahagiaan dan jangan sampai merugikan kepentingan umum.

FUNGSI DAN PENGARUH PENGENAAN PAJAK DALAM PERUSAHAAN
Risiko Perusahaan
Keputusan melakukan investasi tidak bisa dipisahkan dari risiko yang harus dipikul atau ditanggung. Ketika perusahaan akan memulai investasi dalam suatu proyek, ia harus memperhitungkan penghasilan setelah pajak atas investasi yang akan dilakukannya. Diperolehnya penghasilan ataupun dideritanya kerugian berhubungan dengan risiko yang dihadapi. Salah satu risiko ini misalnya pengenaan pajak yang tiba-tiba akibat adanya berbagai koreksi yang dilakukan pada saat pemeriksaan.
Beberapa risiko yang mungkin timbul karena investasi, antara lain:
a. Risiko penghasilan, timbul karena adanya ketidakpastian penerimaan operasi dari biaya saat ini, ketidakpastian atas harga keluaran (output) perusahaan dibandingkan dengan biaya (input) pada masa yang akan datang.
b. Risiko modal, timbul karena ketidakpastian ekonomi atas biaya depresiasi sebab aset yang cepat usang atau berganti mode. Akibatnya, aset yang diinvestasikan sudah ketinggalan zaman sehingga tidak mampu bersaing lagi.
c. Risiko keuangan, timbul karena ketidakpastian tingkat biaya bunga atas dana pinjaman, akibatnya mungkin perusahaan tidak mampu membayar kembali pinjaman dan bunganya.
d. Risiko inflasi, timbul karena ketidakpastian tingkat inflasi pada masa yang akan datang. Ini akan berpengaruh terhadap penghasilan dan biaya untuk mengganti aset perusahaan di masa yang akan datang.
e. Risiko atas keputusan yang tidak dapat diubah, timbul karena pembelian aset atau biaya yang sudah dikeluarkan tidak dapat digunakan untuk keperluan lainnya. Oleh karena itu, investor harus betul-betul memperhitungkan masalah waktu.
f. Risiko politik, timbul karena adanya perubahan atas kebijakan pemerintah, misalnya kebijakan pemerintah dalam bidang perpajakan (tax policy) yang disesuaikan dengan kondisi perekonomian suatu negara maupun untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Michael P. Devereux, 1996).

Pengaruh Pajak terhadap Perusahaan
Pajak merupakan pungutan berdasarkan undang-undang oleh pemerintah, yang sebagian dipakai untuk penyediaan barang dan jasa publik. Besar pajak dipengaruhi oleh berbagai faktor baik internal maupun eksternal. Secara administratif pungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi pajak langsung (direct tax) dan pajak tidak langsung (indirect tax). Dad aliran sumber daya (flows of resources) pajak dapat dipungut dari aliran masuknya (income) atau aliran keluarnya (expenditure) sumber daya (James dan Nobes, 1985).
Pajak langsung dikenakan atas masuknya aliran sumber daya yaitu penghasilan, sedangkan pajak tidak langsung dikenakan terhadap keluarnya sumber daya seperti pengeluaran untuk konsumsi atas barang maupun jasa. Beban pajak (tax incidence) langsung umumnya ditanggung oleh orang atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan, sedangkan beban pajak tidak langsung ditanggung oleh masyarakat. Bagi perusahaan, pajak yang dikenakan terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh dapat dianggap sebagai biaya (cost) atau beban (expense) dalam menjalankan usaha atau melakukan kegiatan maupun distribusi laba kepada pemerintah (Smith dan Skousen, 1987).
Asumsi pajak sebagai biaya akan memengaruhi laba (profit margin), sedangkan asumsi pajak sebagai distribusi laba akan memengaruhi tingkat pengembalian atas investasi (rate of return on investment). Status perusahaan yang go public atau belum akan memengaruhi kebijakan pembagian dividen. Perusahaan yang sudah go public umumnya cenderung high profile daripada perusahaan yang belum go public. Agar harga pasar sahamnya meningkat, manajer perusahaan go public akan berusaha tampil sebaik mungkin, sukses, dan membagi dividen yang besar. Demikian juga dengan pembayaran pajaknya akan diusahakan sebaik mungkin. Namun apa pun asumsinya, secara ekonomis pajak merupakan unsur pengurang laba yang tersedia untuk dibagi atau diinvestasikan kembali oleh perusahaan.
Dalam praktik bisnis, umumnya pengusaha mengidentikkan pembayaran pajak sebagai beban sehingga akan berusaha untuk meminimalkan beban tersebut guna mengoptimalkan laba. Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan daya saing maka manajer wajib menekan biaya seoptimal mungkin. Demikian pula dengan kewajiban membayar pajak, karena biaya pajak akan menurunkan laba setelah pajak (after tax profit), tingkat pengembalian (rate of return), dan arus kas (cash flows).
Pengelolaan kewajiban pajak tersebut sering diasosiasikan dengan suatu elemen dalam manajemen dalam suatu perusahaan yang disebut dengan manajemen pajak (tax management). Sophar Lumbantoruan (1996) menyebutkan manajemen pajak sebagai suatu strategi penghematan pajak. Dalam kamus strategi penghematan pajak (tax saving), selain manajemen pajak masih terdapat beberapa istilah lain seperti penyelidikan pajak (tax investigation), penghindaran pajak (tax avoidance), perencanaan pajak (tax planning), peringanan pajak (tax mitigation), pergeseran pajak (tax shifting), perlindungan pajak (tax shelter), tax flight, dan penyelundupan pajak (tax evasion). Simon James dan Christoper Nobes (1983) membuat garis pemisah antara penghindaran pajak dan penyelundupan pajak. Penghindaran pajak menunjuk kepada rekayasa tax affairs yang masih tetap dalam bingkai ketentuan perpajakan (lawful), sedangkan penyelundupan pajak berada di luar bingkai peraturan perpajakan (unlawful). Perencanaan pajak, penyelidikan pajak, dan perlindungan pajak merupakan eufimisme dari penghindaran pajak. Tax flight umumnya dihubungkan dengan perpajakan lintas Batas (cross border taxation). Pergeseran pajak biasanya terdapat dalam pajak konsumsi (consumption tax) dengan menggeser beban pajak ke depan (forward shifting) atau menggeser beban pajak ke belakang (backward shifting). Hal ini dapat diklasifikasikan sebagai penghindaran pajak dalam pengertian lebih luas dari sekadar menghemat pajak yang harus dibayar sendiri atau yang harus dibayar pihak lain, misalnya penjual bersedia menanggung beban pajak atau debitor bersedia menanggung potongan pajak atas bunga yang diterima kreditor.
Manajemen pajak merupakan bagian dari manajemen keuangan. Manajemen keuangan adalah segala aktivitas yang berhubungan dengan perolehan, pendanaan, dan pengelolaan aset dengan beberapa tujuan secara menyeluruh. Oleh karena itu, fungsi pembuatan keputusan manajemen keuangan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu keputusan yang berkaitan dengan investasi, pendanaan, dan aset.
Manajemen keuangan yang efisien membutuhkan suatu tujuan dan sasaran yang akan digunakan sebagai patokan dalam memberikan penilaian atas efisiensi keputusan keuangan. Dengan demikian, tujuan manajemen pajak harus sejalan dengan tujuan manajemen keuangan, yaitu memperoleh likuiditas dan laba yang memadai.

BEBERAPA ASPEK DALAM KETENTUAN PAJAK
ASPEK EKONOMI
Seperti yang kita ketahui bahwa pajak merupakan pemasukan dana negara yang sangat besar. Dan dari pajak itulah digunakan untuk mengarahkan kehidupan masyarakat menuju kesejahteraan. Sehingga sangat penting sekali untuk memobilisasikan system kepemerintahaan ini. Selagi perpajakan itu dilaksanakan secara adil.
ASPEK HUKUM
Hukum pada dasarnya ialah mengatur kemashlahatan umat manusia, jadi bila perpajakan dilihat dari aspek hukumnya, maka yang sangat mendasar ialah apakah perpajakan itu sendiri menimbulkan dampak negative atau positif bagi negara. Bila telah ditinjau atau dianalisis secara demikian, maka barulalah bisa melihat bagaimana dampak perpajakan bagi kewarganaegaraan.

 Menurut Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 BAB I Pasal 1 mengenai Ketentuan Umum Perpajakan yaitu :
1.
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2.
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
3.
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
4.
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
5.
Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
6.
Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
7.
Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini.
8.
Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
9.
Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak.
10.
Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
11.
Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
12.
Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
13.
Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
14.
Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
15.
Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
16.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
17.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
18.
Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
19.
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
20.
Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.
21.
Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
22.
Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.
23.
Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan setelah dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau setelah dikurangi dengan pajak yang telah dikompensasikan, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.
24.
Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.
25.
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
26.
Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
27.
Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
28.
Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
29.
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.
30.
Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya.
31.
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
32.
Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
33.
Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga.
34.
Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.
35.
Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
36.
Putusan Gugatan adalah putusan badan peradilan pajak atas gugatan terhadap hal-hal yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat diajukan gugatan.
37.
Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan Mahkamah Agung atas permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Wajib Pajak atau oleh Direktur Jenderal Pajak terhadap Putusan Banding atau Putusan Gugatan dari badan peradilan pajak.
38.
Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu.
39.
Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga adalah surat keputusan yang menentukan jumlah imbalan bunga yang diberikan kepada Wajib Pajak.
40.
Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan secara langsung.
41.
Tanggal diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal diterima secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan diterima secara langsung.

 Peraturan Perpajakan di Indonesia
Peraturan perpajakan merupakan keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui kas negara, sehingga ia merupakan bagian hukum publik, yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara negara dan orang-orang atau badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak. (Nurmantu, 2005, hlm.114) Undang-undang perpajakan tidak boleh melanggar hak-hak dasar warga masyarakat, maka pembentukannya harus memperhatikan asas-asas hokum perpajakan. Pembentukan undang-undang perpajakan yang mengabaikan asas-asasperpajakan akan melanggar hak-hak dasar warga masyarakat, walaupun berdasarkan pada undang-undang, dan apabila hal demikian terjadi maka pemungutan pajak dari masyarakat merupakan perampokan yang dilakukan secara legal. Asas hukum yang sangat penting diantaranya asas keadilan dan kepastian hukum. Asas keadilan dalam pembuatan undang-undang dapat dijabarkan dengan pendekatan asas persamaan (equality) atau disebut juga asas non diskriminasi dan equity. Asas non diskriminasi berarti negara tidak boleh mengadakan diskriminasi 11 diantara wajib pajak, keadaan yang sama atau orang yang berada dalam keadaan yang sama harus dikenakan pajak yang sama besar. pajak yang sama pula. Peraturan pajak dalam keadaan sama harus diterapkan secara sama sehingga beban pajak adalah sama dan tidak terdapat perbedaan (Soemitro, 1991, hlm. ix). Asas Kepastian hokum menjadi tujuan setiap undang-undang dimana undang-undang dan peraturanperaturan yang mengikat umum harus diusahakan jelas, tegas, dan tidak mengandung arti ganda atau memberikan peluang untuk ditafsirkan lain. (Soemitro, 2004, hlm 21).
Kepastian hukum antara lain mencakup siapa yang harus dikenakan pajak, apa saja yang menjadi objek pajak, sejauh mana hak dan kewajiban yang diberikan oleh undang-undang kepadanya, dan tidak boleh memuat aturan yang saling bertentangan.

Penerimaan Pajak di Indonesia
Target penerimaan negara Indonesia di sektor pajak tahun 2006 secara nasional sebesar Rp 362 trilyun atau mengalami peningkatan 20 persen dari 2005 lalu. Angka tersebut terdiri Rp 325 trilyun dari pajak dan Rp 37 trilyun dari Pajak Penghasilan (PPh) Migas.
Target penerimaan negara dari perpajakan dalam APBN 2006 mencapai Rp.402,1 triliun. Target penerimaan itu antara lain berasal dari:
Pendapatan pajak itu sudah termasuk pendapatan cukai Rp.36,1 triliun, bea masuk Rp.17,04 triliun dan pendapatan pungutan ekspor Rp.398,1 miliar. Total penerimaan pajak dalam lima tahun terakhir (2001-2005) sudah mencapai 1.040 triliun.

 
DAFTAR PUSTAKA

UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2007 MENGENAI KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN